SEJARAH SINGKAT DESA TEMPURAN
Diperkiraan abad ke 18 datanglah sekelompok orang di wilayah hutan yang masih belantara dan belum pernah di dijamah oleh seorangpun. Beliau beliau ini melakukan penyisiran masuk hutan ke hutan yang masih Gung Liwang Liwung dan masih penuh tempat–tempat yang berbau mistis kekeramatan, dalam perjalanannya yang sudah sekian hari sekian minggu tak menemukan hasil apapun. Hanya tempat-tempat kemistisan seperti itulah yang selalu beliau ketemukan selama berhari hari melakukan penyisiran diwilayah hutan tersebut. Sebenarnya target utama yang Beliau cari setiap melakukan penyisiran adalah sumber mata air karena air adalah kebutuhan hidup yang paling utama. Namun sampai berhari hari melakukan perjalanan diwilayah hutan tersebut belum menemukan satupun mata sumber air, walaupun setiap kali melakukan penyisiran ada rasa haus, Akirnya sudah sekian hari, sekian minggu, sekian bulan bahkan mungkin sudah sekian tahun beliau belum menemukan satu pun sumber mata air, maka setiap merasa haus hanyalah mengambil air sekadarnya, kadang hanya mengumpulkan tetesan air dari dedaunan dan juga dari akar akar tananman yang mngandung banyak air. Dalam perjalanan sekelompok orang ini dipimpin oleh seorang yang bernama IRO SETJO
Dengan perjalanan waktu dan tidak disadari lahan yang dulunya hutan belantara sedikit demi sedikit lambat laun sudah berubah fungsi sebagai lahan yang bisa ditanami apapun, seperti palawijo, ubi ubian ketela dan sebagainya sehingga hasil dari tanaman tersebut bisa sedikit meringankan kebutuhan hidup sehari hari beliau.
Dengan perjalanan waktu pula lahan yang beliau buka sudah semakin luas dan semakin luas terus melebar. Dengan tidak disadari pada suatu hari dikala terik matahari memancarkan sinarnya tepat diatas kepala dan perjalanan selain penuh dengan kehausan dan badan juga terasa letih dan lelah istirahatlah Ki IRO SETJO berama teman – temannya disuatu tempat. Dengan sedikit agak melamun mata memandang tanpa arah sambil istirahat dibawah rindangnya belantara, ternyata di telinga terdengar sayup sayup gemericiknya air bak air sungai.
Dari situlah Ki IRO SETJO terperanjat mencari sumber dari suara air yang mngalir itu. Dengan penuh lelah dan lesu jadilah semangat untuk melangkah. Dengan semangat dan penuh dengan keyakinan beliau ikuti terus arah suara air itu. Tak lama kemudian terwujud apa yang diyakini lewat suara tadi untuk diketemukan sebuah aliran sungai yang cukup besar airnya dan masih jernih bak air surgawi.
Dengan sangat gembiranya Ki IRO SETJO menceburkan diri kesungai untuk membersihkan diri mandi. Dinikmatinya dengan penuh syukur atas Karunia Allah yang tiada tara itu, ini merupakan wujud dari kebesaran Allah Kasih Sayang Allah kepada Hambanya. Setelah selesai mandi Ki IRO SETJO melanjutkan perjalanan dengan menyisiri tepi sepanjang sungai tersebut. Dan tidak di duga sebelumnya kalau sungai ini bukan satu satunya sungai di wilayah ini. Ternyata dari arah yang berlainan ada juga aliran sungai yang besarnya air tak banyak selisihnya dari sungai yang disisir tadi. Namun anehnya dari kedua sungai itu ujungnya ketemu jadi satu yang akirnya mngalir menjadi satu sungai yang cukup besar.
Dengan penemuan itu Ki IRO SETJO berfikir sejenak,……….. Dengan pertemuan kedua sungai yang cukup besar itu, karena wilayah yang selama ini beliau tempati belum ada nama, maka sebagai nama tlatah ini bila nanti menjadi tempat yang ramai dihuni orang beliau beri nama wilayah ini adalah wilayah TEMPURAN. Dan tempat pertemuan kedua sungai itu tadi sekarang tepatnya di Dukuh Krajan RT 04 RW 01 di Desa Tempuran ini
Dengan perjalanan waktu tak disadari oleh Ki IRO SETJO wilayah ini beranjak ramai, semakin banyak orang dan semakin terus bertambah begitu juga lahan yang dibuka Semakin tahun juga semakin melebar.
Disekitar tahun tahun 1824 diwilayah Tempuran ini munculah seorang yang winasis yang bernama SUROWIJOYO. Dengan segala kelebihannya dalam bermasyarakat, maka seluruh warga masyarakat bersepakat dan menganggap Ki SUROWIJOYO menjadi tetua dan pimpinan mereka. Anggaplah beliau sebagai Demang mereka dan beliau inilah yang merupakan Demang yang pertama di Desa Tempuran ini.
Dua tahun kemudian tepatnya tahun 1826, kedudukan ini digantikan oleh Ki WONOKROMO selam 13 tahun, yaitu sampai tahun 1839.
Pada tahun 1839 karena usia dan kondisi badan yang sudah tidak mampu lagi untuk menjalankan roda Pemerintahan maka perjuangan Ki WONOKROMO diteruskan oleh Ki SONODRONO sampai tahun 1874 yaitu selama 35 tahun.
Dalam perjalanan Ki SONODRONO selama 35 tahun ada momen yang sangat bersejarah yaitu karena adanya perkembangan penduduk yang sangat pesat dan jangkauan wilayahnya yang cukup luas maka terjadilah pemekaran wilayah. Wilayah Desa Tempuran dipecah menjadi dua wilayah Desa yaitu Desa Tempuran sendiri dan pemekarannya dinamakan Desa Tumpakpelem yang sampai sekarang masih tetap bergandengan menjadi wilayah Desa tetangga.
Jadi dari Demang pertama kedua dan ketiga wilayahnya mencakup sampai Tumpakpelem.
Pada tahun 1874 sampai tahun 1909 perjuangan Ki SONODRONO diteruskan oleh Ki TO MENGGOLO selama 35 tahun. Ini merupakan Demang yang ke empat
- Demang TO KROMO 9 tahun 1909 – 1918
- Demang KERTOREJO 2 tahun 1918 – 1920
- Demang PARTOREJO 2 tahun 1920 – 1922
- Demang PARTODIMEDJO 23 tahun 1922 – 1945
- Demang WIRYOREJO 43 tahun 1945 – 1988
Mulai pada masa pemerintahan Demang yang pertama sampai Demang yang ke sembilan yaitu Ki Demang WIRYOREJO ini Desa Tempuran belum punya yang namanya pusat pemerintahan berupa kantor atau Balai Desa.
Pada masa pemerintahan Ki Demang WIRYOREJO inilah baru muncul gagasan untuk mendirikan bangunan Balai Desa. Kepala Desa bersama semua Perangkat dan Semua Warga Masyarakat sepakat gotong royong sayeg saeko kapti bareng bareng kerja bakti untuk mewujudkan mendirikan Kantor Balai Desa Tempuran. Dan titik sejarah tersebut sampai sekarang masih bisa kita nikmati, bisa kita tempati untuk aktivitas pelayanan warga sebagai Kantor Desa walaupun sudah banyak dan sering kali mengalami renovasi. Selain Kantor Balai Desa yang megah waktu itu dalam masa pemerintahan ini banyak gedung gedung Sekolah Dasar yang berdiri. Termasuk di masing masing dukuh sudah punya gedung Sekolah Dasar sendiri – sendiri. Pada masa pemerintahan Ki Demang WIRYOREJO ini sebelum Desa Tempuran mempunyai Kantor Balai Desa sebagai Pusat Pemerintahan dipusatkan di rumah Ki Demang WIRYOREJO sendiri tepatnya di Dukuh Krajan Desa Tempuran.
Pada tahun 1988 Ki Demang WIRYOREJO tutup usia, roda Pemerintahan diteruskan oleh beliau Bapak SAMENI sebagai PJ Kepala Desa waktu itu selama 1 tahun.
Pada tahun 1990 jabatan Kepala Desa dipegang oleh Bapak SUNARDJI sebagai calon Kepala Desa terpilih waktu itu sampai habis masa jabatan tahun 1998. Pada masa pemerintahan ini perjalanan pembangunan juga masih jalan terus. Yang tak bisa terlupakan jalan jalan sudah mulai dilebarkan termasuk jalan utama ini yang sekarang sudah menjadi jalan PU Propinsi.
Pada tahun 1999 karena masa jabatan Bapak SUNARDJI sudah habis maka kedudukan Kepala Desa di Desa Tempuran ini dilanjutkan oleh beliau Bapak MISNIANTO selaku calon Kepala Desa terpilih waktu itu. Selama beliau memimpin wilayah Desa Tempuran dimasa jabatanya juga banyak peningkatan, terutama dibidang pembangunan.
Delapan tahun kemudian masa jabatan Bapak MISNIANTO habis dilanjutkan Calon Kepala Desa terpilih yaitu Bapak SURASA selama 6 tahun yaitu sampai tahun 2013. Bapak SURASA ini berangkat jadi orang nomer 1 di wilayah Desa Tempuran ini berawal dari Bapak KASUN di wilayah Dukuh Krajan.
Pada tahun 2013 masa jabatan Bapak SURASA habis dilanjutkan lagi oleh Bapak MISNIANTO sebagi calon Kepala Desa Terpilih tahun 2013 sampai 2019.
Pada tahun 2019 masa jabatan Bapak MISNIANTO habis dilanjutkan lagi oleh Bapak TRIWAHYONO sebagi calon Kepala Desa Terpilih tahun 2019 sampai 2025.
Kiranya ini sekilas sejarah Desa Tempuran yang bisa kami sampaikan mohon maaf bila ada salah.
Sumber dari Cerita Pendahulu dan Sesepuh Desa Tempuran
